Senin, 30 Agustus 2021

FINTECH DAN PERBANKAN SYARIAH oleh Nani Suhartini

    


       Platform financial technology (FinTech) berbasis syariah akan semakin banyak bermunculan beberapa tahun kedepan. Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam bertransaksi halal sesuai syariah, ditambah lagi peraturan keuangan terkait FinTech dan crowdfunding dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai instansi pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /pojk.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peraturan tersebut mengatur tentang penerapan FinTech dengan dasar pinjam meminjam uang yang bertujuan untuk mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan bagi masyarakat. Seiring perkembangan FinTech yang diikuti keterbukaan pemerintah dalam membuat aturan yang mengakomodir inovasi teknologi keuangan bank syariah harus mampu ikut andil dalam upaya meningkatkan bisnis usahanya baik untuk tujuan tijarr’i maupun tabarru. Terdapat tiga model pembiayaan dan dua model pinjaman berbasis platform crowdfunding dan Cicilan Syariah yang masih aktif di beberapa negara Asia hingga tahun 2016. Hal tersebut memperlihatkan bahwa terdapat kesempatan besar untuk mengembangkan FinTech syariah oleh industri perbankan syariah diikuti dengan aturan syariah yang jelas.

A.    Islam Dan Ilmu Pengetahuan

Pertama kali islam diperkenalkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Tidak dalam bentuk perintah ibadah khusus, namun ajaran agar memiliki ilmu pengetahuan lewat kemampuan mambaca apa yang ada di alam semesta milik Allah SWT, ini dijelaskan dalam Qur'an surat Al Alaq ayat 1-5

  “ Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Alaq 1-5)

        Kita menyadari bahwa pengetahuan sangat penting dan menjadi kunci dalam penguasaan teknologi yang berkembang sangat dinamis saat ini. Namun, di balik itu semua ada sumber kekuatan ilmu, yakni Allah SWT. Yang mengajarkan teknologi baju besi kepada Nabi Daud as.

“Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah. (Al-Anbiyaa:80)

        Islam pun mewajibkan kepada setiap muslim untuk menuntut ilmu karena manfaatnya terus bergulir selama dunia terkembang sebagai amal jariah, seperti yang dijelaskan hadits berikut.

1)    Riwayat Ibnu Abdi Bar, Nabi SAW. Bersabda:

“Perkara mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim laki-laki dan perempuan.

2)    Riwayat Muslim:

“Jika manusia meninggal dunia, maka semua amal ibadahnya akan terputus, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.”

           Setiap muslim dituntut berbuat sesuatu terkait kemajuan teknologi tanpa mengabaikan nilai kebutuhan. Hal tersebut berbeda dengan ilmuan Barat yang kian mengagungkan rasionalitas, bahkan menggantungkan ilmu dan teknologi sebagai kekuatan hidup. Mereka beranggapan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menundukkan langit dan bumi. Berikut pandangan islam tentang orang berilmu dan kekuasaan Allah SWT.

            Al Qur’an surat Al-Mujaadilah ayat 11:

“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang beri pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Al Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191


 “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci engkau, maka periharalah kami dari siksa neraka.”

        Hal ini membuktikan bahwa umat islam diwajibkan untuk menuntut ilmu termasuk ilmu teknologi dan komunikasi, dalam industri perbankan syariah dimana dalam ayat dan hadist di atas memerintahkan setiap umat islam untuk dapat meningkatkan dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga perbankan syariah fungsi dan peruntukkannya dapat lebih bermanfaat bagi kemaslahatan umat termasuk dalam pemanfaatan Finacial Technology (FinTech).

 B.    Fintech

Sebuah inovasi berhasil mentransformasikan sistem atau pasar yang eksisting, dengan memperkenalkan kepraktisan, kemudahan akses, kenyamanan, dan biaya yang ekonomis, dikenal sebagai inovasi disruptif (Disruptive Innovation).Istilah ini dilontarkan pertama kalinya oleh Clayton M Christensen dan Josen Bower di tahun 1995 dalam bukunya “Disruptive Technologies : Catching The Wave”, Harvard Business Review (1995)

Inovasi disruptif ini biasanya mengambil segmen pasar tertentu yang kurang diminati atau dianggap kurang penting bagi penguasa pasar, namun inovasinya bersifat breakthrough dan mampu meredefinisi sistem atau pasar yang eksisting. Fenomena inovasi disruptif juga terjadi dalam industry jasa keuangan atau perbankan yang telah men-disrupsi landscape industry keuangan secara global. Mulai dari struktur industrinya, teknologi intermediasinya, hingga model pemasarannya kepada konsumen. Keseluruhan perubahan ini mendorong munculnya fenomena baru yang disebut Financial Technology (FinTech).

Definisi Fintech banyak diterjemahkan dalam banyak literature, dalam kamus Oxford fintech adalah :

"Program komputer dan lainnya Teknologi yang digunakan untuk mendukung atau memungkinkan perbankan dan Jasa keuangan ".

Sedangkan dalam kamus Wikipedia Indonesia mengartikan fintech adalah :

"Teknologi keuangan, juga dikenal sebagai FinTech, adalah lini bisnis yang berbasis pada penggunaan software Untuk menyediakan layanan keuangan. Teknologi keuangan Perusahaan umumnya didirikan dengan mendirikan Tujuan mengganggu sistem keuangan incumbent dan Perusahaan yang kurang mengandalkan perangkat lunak.

Kehadiran FinTech sebagai fenomena baru pada sektor keuangan tidaklah muncul secara tiba-tiba. FinTech merupakan akumulasi perkembangan antara antara finansial dan teknologi. Pada awalnya istilah FinTech merupakan padatan kata kepanjangan dari Financial Services Technology Consortium, sebuah proyek yang diprakarsai oleh Citicorp, sekarang Citigoup. Sekarang, istilah FinTech merujuk pada kata baru, gabungan kata dari kata 2 kata pembentuk financial dan technologies.

Pada mulanya, hubungan sektor keuangan dan teknologi adalah teknologi sebagai supporting, alat bantu untuk mendukung kegiatan operasi di sektor keuangan. Seiring dengan perkembangannya, peran teknologi di sektor keuangan menjadi vital. Keberhasilan inovasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi diluar sektor finansial segera mengubah arah dan paradigma sektor finansial. Kehadiran teknologi baru menggubah prilaku masyarakat, seperti kehadiran internet dan smartphone berdampak pada seluruh sektor ekonomi, tidak terkecuali sektor finansial.

Professor Douglas W. Arner dari University of Hongkong membagi perkembangan FinTech kedalam empat era. FinTech 1.0 berlangsung antara tahun 1866 – 1967, era pengembangan infrastuktur dan komputerisasi sehingga terbentu jaringan keuangan global. FinTech 2.0 berlangsung antara tahun 1967 – 2008, era penggunaan internet dan digitalisasi di sector keuangan. Fintech 3.0 dan FinTech 3.5 berlangsung dari tahun 2008 sampai sekarang. Fontech 3.0 merupakan era penggunaan telepon maupun smartphone di sektor keuangan. FinTech 3.5 merupakan era kemunculan entitas bisnis teknologi keuangan sebagai pendatang baru memanfaatkan peluang dari inovasi teknologi proses, produk dan model bisnis serta perubahan prilaku masyarakat.


     Dalam The Futures of Financial Services, World Economic Forum (WEF) membagi FinTech kedalam enam kategori, 1) Payments; 2) Insurances; 3) Deposit & Lending; 4) Capital Rising; 5) Investment Management; 6) Market Provisioning. Masing-masing kategori terdiri dari bidang inovasi, yang terdiri dari bentuk-bentuk inovasi FinTech. Antar bidang inovasi FinTech terjadi relasi yang yang merupakan keunggulan sekaligus arah industri keuangan di masa depan.

FinTech sebagai industri keuangan berbasis teknologi, secara umum membuka peluang pada peningkatan efisiensi,membuka peluang bisnis baru, pengelolaan risiko yang lebih baik dan kemudahan aktivitas. Keberadaan dan perkembangan FinTech didukung oleh inovasi teknologi di bidang:

a)  augmented & biometric;

b)  cloud computing;


c)  learning machines;

d)  digital & mobile payment;

e)  block chain distributed ledgers;

f)  big data.

Ekosistem FinTech terdiri dari empat atribut,

a.     Demand

b.     Capital

c.     Policy

d.     Talent

Masing-masing atribut berhubungan dengan stakeholder sesuai dengan peran dan fingsinya. Walaupun FinTech sudah menjadi entitas bisnis baru, fungsi dan posisi FinTech dialam sistem keuangan masih menjadi kajian dan perdebatan. Hal itu terkait dengan prinsip dasar sistem keuangan dalam menjalankan fungsinya, prudent yaitu prinsip kehati-hatian, dan financial stability, yaitu menjaga stabilitas keuangan.

C.    Perkembangan FinTech di Indonesia

Kehadiran FinTech di Indonesia tentunya sudah dimulai sejak sistem keuangan modern (technology base) diterapkan di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan pengguaan produk financial technology. Nyatanya mesin ATM dan EDC sudah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Perkembangan FinTech di Indonesia tercermin dari perkembangan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) dan uang elektronik. Infrastruktur, jumlah dan transaksi APMK dan uang elektronik menunjukan perkembangan pesat selama 3 tahun terakhir.



Sumber Data: Bank Indonesia

Deloitte Consulting bekerja sama dengan Asosiasi FinTech Indonesia merilis hasil Survei FinTech terungkap bahwa 61 persen startup finTech Indonesia menganggap regulasi Indonesia masih belum jelas dan lambat beradaptasi terhadap perkembangan finTech. Survei FinTech Indonesia 2016 ini dilakukan pada Juni-Agustus 2016 yang melibatkan 70 perusahaan finTech Indonesia.

Adapun peran FinTech di Indonesia adalah :

1.     Membantu pemenuhan kebutuhan pembiyaan dalam negeri yang masih sangat besar

2.     Mendorong distribusi pembiayaan nasional yang masih belum merata di 17.000 pulau di Indonesia

3.     Meningkatkan inklusi keuangan nasional

4.     Mendorong kemampuan UMKM yang saat ini masih rendah

5.     Mendorong pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk

 

Selain memiliki peran dan manfaat dalam dunia keuangan di Indonesia, FinTech juga memiliki  resiko diantaranya :

a.     Perlindungan Konsumen

·       Perlindungan dana pengguna, potensi kehilangan maupun penurunan kemampuan finansial baik yang diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun force majeur dari kegiatan FinTech.

·       Perlindungan data pengguna, isu privasi pengguna FinTech yang rawan terhadap penyalahgunaan data baik yang disengaja maupun tidak sengaja (serangan hacker, malware,dll)

b.     Kepentingan Nasional

·       Anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT), kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan oleh FinTech menimbulkan potensi penyalahgunaan untuk kegiatan pencucian uang maupun pendanaan terorisme.

·       Stabilitas sistem keuangan, perlu manajemen risiko yang memadai agar tidak berdampak negative terhadap stabilitas sistem keuangan.

 

Maka diperlukan ratifikasi peraturan dalam mendukung pengembangan FinTech, diantaranya dengan cara adopsi peraturan terkait tanda tangan (digital signature), E-know your customer (E-KYC), E-rating dan penggunaan dokumen secara digital sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh industry FinTech.

Di Indonesia penertipan dan peraturan FinTech sudah diupayakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan penerbitan ketentuan regulatory Sandbox, Penerbitan POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam  Meminjam Langsung Berbasis Teknologi Informasi (LMPUBTI) tau peer-to-peer lending.

Setidaknya, ada lima area dalam fintech yang memiliki kebutuhan paling tinggi untuk kejelasan regulasi. Lima area tersebut adalah Payment Gateway (60%), e-money/ewallet (58%), mekanisme Know Your Client atau KYC (57%), P2P lending (57%) dan digital signature (54%).

 

Contoh Penerapan Perusahaan FinTech di Indonesia

1.     Perusahaan Investree 

a.     Menyediakan platform (marketplace) peer-to-peer lending (P2PL): menghubungkan pemberi pinjaman (lender) yang ingin berinvestasi dan peminjam (borrower)

·       Business Loan: pinjaman modal kerja untuk memperlancar cash flow bisnis dengan menjaminkan tagihan (invoice), khusus PT, Jadetabek, beroperasi minimal 6 bulan.

·       Employee Loan: pinjaman pribadi bagi karyawan di perusahaan yang bekerjasama dengan Investree, skema potong gaji.

b.     Bunga pinjaman 1,2%-2,5% per bulan; return investor 18%

c.     Memverifikasi, menganalisa, menyetujui, memaintain akun peminjam (borrower); membantu strategi monitoring, collection, dan recovery agar tidak ada kredit macet Mayoritas pembiayaan sektor industry kreatif (EO, PH, Advertising) (36%) dan outsourcing (29%)

 

2.     Perusahaan Amartha



Menyediakan platform (marketplace) peer-to-peer lending (P2PL): menghubungkan pemberi pinjaman (lender) yang ingin berinvestasi dan peminjam (borrower) Target pasar adalah usaha mikro dan kecil, pembiayaan antara Rp 1 juta hingga Rp 20 juta Pendekatan syariah dan bagi hasil: return untuk investor 10-20%, fee Amartha 5-10% dari pemohon pinjaman Cakupan wilayah Kabupaten Bandung, Bogor, Subang Mitra usaha dibentuk kelompok, diberi pelatihan, dan pertemuan mingguan dengan field officer untuk memonitor perkembangan usaha Pemanfaatan teknologi algoritma untuk grading dan profiling peminjam

 

D.    Sikap Bank Syariah terhadap perkembangan Fintech

Perkembangan transaksi keuangan perbankan melalui kantor cabang saat ini mengalami penurunan dan sebaliknya terjadi peningkatan tajam transaksi keuangan berbasis digital. Berdasarkan survei oleh Pricewaterhouse Coopers (PwC), sebanyak 75% bankir yang menjadi responden menyatakan tahun 2015 lebih dari separuh transaksi keuangan di banknya terjadi melalui kantor cabang, dan di tahun 2017 transaksi tersebut tinggal 45%, artinya terjadi penurunan selama dua tahun terakhir dimana transaksi nasabah berpindah yang semula bertransaksi dengan dating ke kantor cabang beralih kepada gizital. 

Bank Indonesia sendiri terus mendorong program digitalisasi jasa keuangan alias Financial Technology (fintech). Upaya tersebut dilakukan karena dapat meningkatkan efisiensi transaksi keuangan dan mempermudah masyarakat mendapatkan akses keuangan. Di Indonesia sendiri terdapat 170 juta orang yang menggunakan ponsel dan 130 juta orang yang mengakses internet dan terdapat 100 juta orang mengakses internet melalui ponsel. Akan tetapi jumlah orang Indonesia yang mempunyai rekening bank hanya sebanyak 90 juta orang (Sumber: Bank Indonesia). Artinya terdapat 80 juta orang mempunyai ponsel tetapi tidak memiliki akses aplikasi yang berkaitan dengan keuangan dan perbankan.

Hal ini harus segera disikapi oleh industri perbankan, khususnya bank syariah dalam menghadapi perkembangan FinTech serta menyikapi risiko yang terjadi dalam FinTech tersebut. Bank Syariah harus mampu menangkap peluang usaha dengan memanfaatkan perangkat teknologi secara penuh serta berinvestasi lebih banyak lagi dalam hal ini agar tidak kalah bersaing dalam kompetisi bisnis keuangan. Pemanfaatan financial Technology bagi keuangan syariah sendiri akan bergantung pada dua lembaga keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. FinTech sendiri sering dianalogikan dengan perusahaan start-up karena belum disertai kosakata syariah. Selama ini perbankan konvensional yang banyak terlibat dengan FinTech.

Pemanfaatan financial technologi harus segera dilakukan oleh perbankan dan keuangan syariah, karena penggunaan FinTech ini selain sudah banyak digunakan oleh bank konvensional juga sudah benyak diterapkan oleh perusahaan FinTech sendiri langsung kepada nasabah. Adopsi teknologi keuangan bukan lagi menjadi pilihan, melainkan merupakan persyaratan penting bagi perbankan syariah untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar.

Adapun sikap yang dapat dilakukan bank syariah dalam menghadapi perkembangan fintech diantaranya :

1.       Kolaborasi jalur informasi antara finTech dan Bank Syariah yang ada dengan memanfaatkan data nasabah yang banyak dan jalur distribusi yang sudah dibangun.

2.     Kolaborasi produk yang menjadi solusi bagi konsumen. Untuk itu pelaku FinTech bersama bank syariah perlu melakukan proses desain untuk membuat produk yang bermanfaat bagi kedua pihak. Sinergi dapat dilakukan oleh bank syariah yang berbisnis inti pembiayaan di UMKM dengan FinTech yang menyediakan platform UMKM digital.

3.     Penggunaan infrastruktur bank induk, bank syariah dapat menggunakan infrastruktur bank induk yang lebih memadai guna menunjang teknologi pelayanan bisnisnya.

 Peluang pasar terhadap masyarakat yang ingin dan sadar syariah dewasa ini sudah sangat tinggi, sehingga saat ini perlu langkah cepat yang dilakukan bank syariah dalam menghadapi perkembangan fintech tersebut, khususnya FinTech berbasis syariah. Munculnya inovasi fintech ini jika tidak diantisipasi dengan baik oleh dunia usaha termasuk bank syariah dapat menyebabkan kejatuhan seperti yang dialami KODAK dan NOKIA


"Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya atau meniadakan kebolehannya ".

 


"Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah".

 Seiring dengan perkembangan teknologi serta komunikasi, perlunya dibuatkan fatwa DSN MUI terkait fatwa yang membolehkan adanya FinTech dalam pelayanan bisnis keuangan bank syariah, sehingga bank syariah lebih bersemangat dan yakin dalam pengembangan bisnis usahanya selain dengan pelayanan dikantor cabang tetapi juga professional dalam industry FinTech.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, Jakarta: PT.Gramedia,  2016
  • Majalah ICT Edisi No.54-ThnV-Maret 2017. www.majalahict.com
  • Makalah Kuliah Umum IBS, “Financial Technology (FinTech) di Indonesia, oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Jakarta, 2 Juni 2017
  • Makalah Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri Hotel Grand Aston Yogyakarta, 22 November 2016
  • PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN  NOMOR 77 /POJK.01/2016

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DANA PENSIUN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM oleh Nani Suhartini

  Dana Pensiun Syari’ah Sejauh ini, program pensiun syari’ah di Indonesia masih dilaksanakan secara terbatas oleh DPLK dibeberapa bank dan a...